Hukum Aqiqah
Mengenal Hukum Aqiqah
Aqiqah adalah sembelihan hewan kurban untuk anak yang baru lahir dan dilakukan pada hari ketujuh kelahirannya. Hukum Aqiqah adalah sunnah muakkadah, sebagaimana diriwayatkan dari Samurah bahwa Nabi ﷺ bersabda,”Setiap anak yang dilahirkan itu terpelihara dengan aqiqahnya dan disembelihkan hewan untuknya pada hari ketujuh, dicukur dan diberikan nama untuknya.” (Hadis Riwayat Imam yang lima, Ahmad dan Ashabush Sunan dan dishohihkan oleh Tirmidzi)
Waktu Pelaksanaan Aqiqah
Waktu pelaksanaan aqiqah ini adalah pada hari ketujuh dari hari kelahirannya namun jika ia tidak memiliki kesanggupan untuk menagqiqahkannya pada hari itu maka ia diperbolehkan mengaqiqahkannya pada hari keempat belas, dua puluh satu atau pada saat kapan pun ia memiliki kelapangan rezeki untuk itu, sebagaimana makna dari pendapat para ulama madzhab Syafi’i dan Hambali bahwa sembelihan untuk aqiqah bisa dilakukan sebelum atau setelah hari ketujuh.
Adapun yang bertanggung jawab melakukan aqiqah ini adalah ayah dari bayi yang terlahir namun para ulama berbeda pendapat apabila yang melakukannya adalah selain ayahnya :
- Para ulama Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa sunnah ini dibebankan kepada orang yang menanggung nafkahnya.
- Para ulama Madzhab Hambali dan Maliki berpendapat bahwa tidak diperkenankan seseorang mengaqiqahkan kecuali ayahnya dan tidak dieperbolehkan seorang yang dilahirkan mengaqiqahkan dirinya sendiri walaupun dia sudah besar dikarenakan menurut syariat bahwa aqiqah ini adalah kewajiban ayah dan tidak bisa dilakukan oleh selainnya.
- Sekelompok ulama Madzhab Hambali berpendapat bahwa seseorang diperbolehkan mengaqiqahkan dirinya sendiri sebagai suatu yang disunnahkan. Aqiqah tidak mesti dilakukan saat masih kecil dan seorang ayah boleh mengaqiqahkan anak yang terlahir walaupun anak itu sudah baligh karena tidak ada batas waktu maksimalnya.(al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IV hal 2748)
Hukum Aqiqah diluar tanggal yang dianjurkan
Ketika orang tua melahirkan anaknya, pada saat itu mereka masih dalam kondisi yang kurang mampu sehingga tidak memiliki biaya untuk aqiqah. Namun ketika anaknya sudah dewasa dan sudah berkeluarga, orang tuanya sudah dalam keadaan berkecukupan, kemudian mereka ingin mengaqiqahi anaknya yang sudah berkeluarga tadi, apakah boleh dan bagaimana caranya?
Kondisi ekonomi seseorang yang kadang kurang menentu turut mempengaruhi pelaksanaan anjuran aqiqah. Mereka yang berkecukupan dan diberi kelapangan rizki tentunya ingin segera melaksanakan anjuran ini demi rasa bersyukur mereka atas lahirnya sang buah hati yang di dambakan dan dinantikan. Sebaliknya bagi orang tua yang perekonomiannya sedang dalam masa sulit saat kelahiran putra atau putrinya, mereka akan terasa berat melakukan ibadah ini.
Anjuran untuk melaksanakan aqiqah oleh orang tua kepada anaknya berakhir ketika si anak telah baligh. Setelah itu si anak diperbolehkan memilih untuk melaksanakan sendiri aqiqahnya atau meninggalkannya. Dalam hal ini tentunya melaksanakan aqiqah lebih utama karena akan terhindar dari pendapat ulama yang menganggap bahwa aqiqah hukumnya wajib.
Anjuran aqiqah yang dibebankan kepada orang tua masa aktifnya berakhir ketika sang anak baligh. Kalaupun orang tua masih tetap ingin melaksanakan aqiqah untuk anaknya, maka caranya adalah dengan memberikan uang kepada anaknya agar digunakan untuk membeli hewan yang akan disembelih sebagai aqiqahnya. Dengan demikian niatan mulia orang tua tetap terakomodir, disamping pula anjuran aqiqah juga terlaksana.
Jika orang tua tadi masih dalam kondisi tidak mampu, namun anak-anaknya yang sudah dewasa tadi hidup berkecukupan dan ingin membeli kambing diatasnamakan orang tuanya untuk aqiqah, apakah itu diperbolehkan?
Merujuk pada kitab al-Majmu’ karya imam Nawawi yang menyebutkan bahwa hukum aqiqah untuk orang lain (bukan dirinya sendiri) adalah boleh selama orang yang diaqiqahi mengijinkan. Penulis kitab menjelaskan:
فَرْعٌ-لَوْ ضَحَّى عَنْ غَيْرِهِ بِغَيْرِ إذْنِهِ لَمْ يَقَعْ عَنْهُ
Artinya: seandainya ada seseorang menyembelih hewan (aqiqah) untuk orang lain tanpa seizinnya, status hewan tersebut bukan hewan aqiqah.
Referensi diatas juga mengandung arti bahwa aqiqah yang dilakukan oleh seseorang untuk orang lain dapat dinyatakan sah apabila mendapat persetujuan (izin) dari orang yang diaqiqahi.
Hukum Aqiqah dan Jumlah Hewan Aqiqah
Hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad. Aqiqah bagi anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan bagi wanita dengan seekor kambing. Apabila mencukupkan diri dengan seekor kambing bagi anak laki-laki, itu juga diperbolehkan.
Anjuran aqiqah ini menjadi kewajiban ayah. Apabila ketika waktu dianjurkannya aqiqah, orang tua dalam keadaan faqir (tidak mampu), maka ia tidak diperintahkan untuk aqiqah. Karena Allah Ta’ala berfirman “Bertakwalah kepada Allah semampu kalian” (QS. At Taghobun: 16). Namun apabila ketika waktu dianjurkannya aqiqah, orang tua dalam keadaan berkecukupan, maka aqiqah masih tetap jadi kewajiban ayah, bukan ibu dan bukan pula anaknya.
CALL CENTER
Layanan Domba Aqiqah Cimahi
HOTLINE/ WhatsApp/Line/Telegram:
081809465516
DAPOER AQIQAH
copyright @ Hukum Aqiqah
2 responses to “Hukum Aqiqah”
[…] penting yang berhubungan dengan hukum aqiqah. Yang ditinjau dari berbagai aspek sahih mengenai hukum aqiqah ini. Semoga membantu Anda yang sedang mencari informasi mengenai hukum aqiqah dan akan menjalankan […]
[…] penting yang berhubungan dengan hukum aqiqah. Yang ditinjau dari berbagai aspek sahih mengenai hukum aqiqah ini. Semoga membantu Anda yang sedang mencari informasi mengenai hukum aqiqah dan akan menjalankan […]